Monarki Thailand, Bagaimana Prospek Kedepannya ?

Thailand adalah salah satu negara di Kawasan Asia Tenggara yang memiliki sistem pemerintahan Monarki Konstitusional. Dimana Kepala Negara Thailand merupakan seorang Raja dan Kepala Pemerintahannya dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Negara yang akrab dengan sebutan "Negeri Gajah" ini di pimpin oleh penguasa monarki Thailand yaitu, Raja Vajiralongkorn. Raja Vajiralongkorn telah memerintah sejak kematian ayahnya yaitu Bhumibol Adulyadej pada 13 Oktober 2016.

Bagaimana Dinamika Perkembangan Sistem Pemerintahan Thailand ?

Jika kita berbicara tentang masa depan dari Sistem Monarki di Thailand tentu kita harus melihat perkembangan ataupun dinamika sistem pemerintahan Thailand. Sistem Pemerintahan Thailand telah mengalami banyak sekali dinamika, mulai dari kuatnya dominasi militer hingga pada akhirnya terjadi kudeta militer. Sejak kudeta militer pada 19 September 2006 lalu telah membawa dampak yang serius pada kondisi demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Thailand dan hal ini atau bisa dikatakan sebagai krisis politik yang terjadi di Thailand yang merupakan babak baru dan terus membayangi Negeri Gajah itu.

Baca Juga : Peran WTO dalam Perdagangan Internasional 

Sejak di gulingkannya pemerintahan sipil di bawah Thaksin pada 2006, militer telah menjadi aktor yang dominan dalam sistem politik Thailand. Hal ini menandakan sinyal yang buruk bagi demokrasi di Thailand. Hingga saat ini, demokrasi di Thailand masih diwarnai dengan banyaknya dominasi militer seperti supremasi militer serta menguatnya monarki. 

Apa yang Menyebabkan Dominasi Militer dan Bagaimana Dampaknya ?

Salah satu faktor yang menyebabkan militer Thailand masuk ke dalam kancah politik domestik adalah kondisi dimana tidak adanya musuh bersama dari luar dalam beberapa dekade terakhir. Selain itu, rapuhnya kondisi pemerintahan demokratis di bawah sipil juga membuat menguatnya dominasi militer. Kudeta militer pada tahun 2006 yang berujung pada intervensi militer ke dunia politik menyebabkan tidak stabilnya kondisi pemerintahan Thailand hingga saat ini. 

Walaupun bukan salah satu faktor penyebab, tetapi intervensi militer memiliki beberapa dampak yang cukup serius dalam urusan internal Thailand. Beberapa dampak tersebut terlihat ketika semakin memanasnya kondisi sosial-politik antara dua faksi utama dalam politik Thailand, dimana  masyarakat perdesaan yang pro Thaksin dan elite Bangkok yang terdiri dari militer, pihak kerajaan (monarki), dan birokrasi. Dalam hal ini yang berada di belakang elite Bangkok adalah Militer yang menggunakan kekuasaannya untuk berhadapan dengan kelompok masyarakat pedesaan. 

Intervensi militer ke dalam dunia politik tidak hanya mengganggu demokrasi di Thailand, tetapi juga semakin mengundang tindakan kekerasan yang merajalela dan berujung pada pelanggaran HAM serta pelemahan penegakan hukum. Hal tersebut yang terjadi pada kasus pembatasan berekspresi dan kekerasan di Thailand Selatan.

Apa yang Terjadi ?

Menguatnya dominasi militer dan monarki menyebabkan ketidaknyamanan yang berujung pada meningkatnya peristiwa tindak kekerasan serta pelanggaran HAM. Seperti pada peristiwa dimana Mahkamah Konstitusi Thailand membekukan partai oposisi pemerintahan yang dinilai paling vokal yakni, Thai Raksa Chart. Pembekuan ini dianggap sebagai ketidakadilan yang terjadi karena dinilai akan semakin menguntungkan penguasa Junta militer, PM Prayuth. 

Dari tindakan tersebut membuat ribuan orang protes di Thailand dengan menuntut demokrasi hingga turun ke jalan-jalan di Kota Bangkok. Hal tersebut menjadikannya sebagai unjuk rasa terbesar dalam  beberapa bulan terakhir. Para demonstran juga menyerukan agar PM Thailand Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri serta menuntut adanya reformasi monarki kerajaan Thailand dengan membatasi kekuasaan raja . 

Demonstrasi yang kebanyakan digaungi oleh para generasi milenial Thailand ini merupakan aksi terbesar selama bertahun tahun guna menuntut untuk melawan sistem monarki Thailand dengan meminta pembubaran kerajaan dan menuntut pemerintahan agar membubarkan diri. Hal yang ditekankan oleh para demonstran bahwa Thailand merupakan milik rakyat, bukan milik Raja Thailand Vajiralongkorn. Salah satu Mahasiswi juga mengatakan bahwa sebenarnya niat mereka bukan untuk menghancurkan monarki, akan tetapi untuk memodernisasi dan menyesuaikannya dengan masyarakat.

Lantas, Bagaimana Prospek Kedepannya terkait Sistem Pemerintahan Thailand ?

Tidak menutup kemungkinan jika nantinya akan terjadi perubahan sistem pemerintahan di Thailand. Melihat banyak sekali sejumlah dinamika yang terjadi di Thailand. Dapat dikatakan bahwa masa depan sistem monarki di Thailand itu tergantung pada dua hal yang saling berkaitan. Pertama, ialah mengenai pewaris tahta kerajaannya. 

Baca Juga : Peran Indonesia dalam Forum Bergengsi Internasional G-20

Kita tahu bahwa Thailand menganut sistem monarki konstitusional dimana raja tidak memiliki hak yang absolut dan bisa dikatakan terbatas. Akan tetapi, hal ini tidak membuat raja benar benar kehilangan perannya. Seorang raja masih memiliki kendali untuk mengontrol secara tidak langsung dalam hal hal eksklusif dan hal ini dapat  dikatakan bahwa orientasi raja memiliki pengaruh terhadap sistem pemerintahan Thailand.

Kedua, opini publik juga merupakan faktor yang bisa mempengaruhi dinamika sistem pemerintahan di Thailand. Dalam monarki konstitusional rakyat masih memiliki peran yang cukup penting, maka dari itu opini publik bisa mempengaruhi naik turunnya kepercayaan pada sistem monarki. Hal ini berkaitan satu sama lain dimana faktor dari opini publik sangat berkaitan dengan faktor pewaris tahta kerajaannya dalam hal ini rajanya. Jika terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan ataupun kerajaan dapat mengakibatkan munculnya kritikan serta demonstrasi yang bisa mempengaruhi masa depan sistem pemerintahan monarki di Thailand.

Belum ada Komentar untuk "Monarki Thailand, Bagaimana Prospek Kedepannya ?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel