Meninjau Sejarah Panjang Krisis Konflik Rusia-Ukraina

Ukraina merupakan sebuah negara yang terletak di Benua Eropa khususnya di kawasan Eropa Timur yang berbatasan langsung dengan Rusia. Ukraina dan Rusia pada awalnya tergabung ke dalam satu negara besar pada era Perang Dunia II yang dikenal dengan Uni Soviet. Pada saat itu Uni Soviet merupakan negara adikuasa, bahkan terbesar di dunia serta memiliki kapabilitas militer yang sangat baik. Ia juga berhasil membentuk perjanjian pertahanan militer bersama antara Uni Soviet, Bulgaria, Cekoslovakia, Albania, Hungaria, Polandia, Rumania, dan Jerman Timur yang disebut dengan Pakta Warsawa (1955-1991).

Hingga pada 26 Desember 1991, Uni Soviet secara resmi dibubarkan ditandai dengan mundurnya Presiden Mikhail Gorbachev dari jabatannya. Ukraina merupakan salah satu negara pecahan Uni Soviet, sedangkan Rusia adalah negara pewaris dari Uni Soviet. Meskipun Ukraina telah memperoleh kemerdekaannya dari Uni Soviet pada 24 Agustus 1991, namun negara yang terletak di Eropa Timur itu masih berada dibawah pengaruh bayang-bayang Rusia.

Kedua negara memiliki hubungan yang panjang dan kompleks. Akhir-akhir ini ketegangan konflik yang terjadi antara Rusia - Ukraina semakin memanas. Hingga puncaknya pada 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dimulainya "Operasi Militer Khusus" di Ukraina. Perang Rusia - Ukraina yang baru-baru ini terjadi telah menarik perhatian dunia internasional.

Bagaimana Sejarah Hubungan Rusia dan Ukraina ?

Sejak dahulu Ukraina telah merasakan pertumpahan darah, dominasi dan intervensi asing, serta perpecahan internal yang membuat Ukraina berada dalam posisi genting antara Timur dan Barat. Melihat gerakan invasi yang dilancarkan Rusia ke Ukraina, mencerminkan kembali sejarah panjang antara dua negara tetangga yang kontroversial hingga puncak konflik yang berlangsung saat ini.

Baca Juga : Latarbelakang Sejarah Konflik Sengketa Laut China Selatan

Rusia dan Ukraina memiliki warisan sejarah yang panjang yang diperkirakan seribu tahun lalu. Pada masa itu, Kyiv yang sekarang menjadi Ibu Kota Ukraina dahulu merupakan pusat dari bangsa Slavia pertama yakni Kyivan Rus yang merupakan tempat kelahiran Ukraina dan Rusia. Pada tahun 988 M, Vladimir I, Pangeran Novgorod, serta Pangeran besar Kyiv menerima iman Kristen Ortodoks dan dibaptis di kota Chersonesus di Krimea. Latarbelakang sejarah tersebutlah yang membuat Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu kesatuan.

Seiring perkembangannya waktu, ambisi dalam bersaing satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan semakin besar. Selama 10 abad terakhir, Ukraina telah berulang kali terjebak dalam kekuatan yang bersaing. Prajurit Mongol dari timur berhasil menaklukkan Kyivan Rus pada abad ke-13. Di sisi lain tentara Polandia dan Lithuania menyerbu dari barat pada abad ke-16. Kemudian pada abad ke-17 telah terjadi perang antara Persemakmuran Polandia-Lithuania dan Ketsaran Rusia yang membawa wilayah timur berada di bawah kendali kekaisaran Rusia.

Pada saat itu wilayah bagian timur dikenal sebagai "Tepi Kiri" Ukraina dan wilayah di sebelah barat Dnieper dikenal sebagai "Tepi Kanan" yang diperintah oleh Polandia. Lebih dari satu abad kemudian tepatnya pada tahun 1793, wlayah barat "Tepi Kanan" Ukraina dianeksasi oleh Kekaisaran Rusia. Setelah revolusi komunis pada tahun 1917, Ukraina merupakan salah satu dari sejumlah negara yang terlibat dalam perang saudara yang brutal sebelum sepenuhnya menjadi bagian dari Uni Soviet pada tahun 1922.

Warisan sejarah ini telah menciptakan garis batasan yang bertahan lama. Karena Ukraina timur berada di bawah kekuasaan Rusia jauh lebih awal daripada Ukraina barat, maka orang-orang di timur memiliki ikatan yang lebih kuat dengan Rusia dan cenderung mendukung para pemimpin yang condong ke Rusia. Lain halnya dengan Ukraina barat yang menghabiskan waktu berabad-abad di bawah kendali pergeseran kekuatan Eropa seperti Polandia dan Kekaisaran Austro Hungaria, hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa Ukraina di barat cenderung mendukung lebih banyak politisi yang condong ke Barat.

Hal tersebut juga dibuktikan dengan populasi timur yang cenderung lebih banyak menggunakan bahasa Rusia dan Ortodoks, sementara di bagian barat lebih berbahasa Ukraina dan Katolik. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 menjadikan Ukraina sebagai negara yang merdeka. Akan tetapi menyatukan negara agar menjadi satu kesatuan negara yang utuh merupakan tugas yang sulit. Selain itu meskipun Ukraina telah mendeklarasikan kemerdekaannya, namun negara itu masih berada di dalam bayang-bayang Rusia.

Baca Juga : Rusia Siap Jalin Hubungan Dengan Pemerintahan Taliban

Hubungan Rusia dan Ukraina terus diwarnai dengan sejumlah perselisihan dan juga ketegangan. Hingga pada tahun 2014, Krimea berhasil diduduki dan dianeksasi oleh Rusia dan diikuti tak lama setelah pemberontakan kelompok separatis di wilayah Ukraina timur Donbas yang menghasilkan deklarasi Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk yang didukung oleh Rusia.

Apa yang Menjadi Akar Penyebab Konflik Rusia - Ukraina ?

Asal usul konflik Rusia dan Ukraina yang saat ini sedang memanas dapat ditelusuri karena adanya ekspansi NATO yang terus memperluas pengaruhnya. North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan aliansi militer yang dibentuk pada tahun 1949 di bawah Perjanjian Atlantik Utara oleh Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Inggris, dan delapan negara Eropa lainnya. Sejumlah negara juga telah bergabung engan NATO seperti Makedonia Utara pada tahun 2020. Saat ini terdapat sejumlah 30 negara yang menjadi bagian dari organisasi tersebut.

NATO memegang teguh prinsip "pertahanan kolektif". Hal ini berarti jika terdapat serangan terhadap satu atau lebih dari anggotanya maka akan dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota NATO. Ditinjau dari sejarahnya, NATO dibentuk untuk membendung pengaruh ideologi komunis dari Uni Soviet dan aliansinya yakni Pakta Warsawa pada masa Perang Dingin. Namun setelah berakhirnya Perang Dingin dengan ditandainya pembubaran Uni Soviet dan reunifikasi Jerman, sejatinya tujuan awal Nato harus ditinjau ulang.

Pada pertemuan di Moskow 1990, Menteri Luar Negeri AS James Baker meyakinkan Gorbachev bahwa pasukan NATO tidak akan memperluas satu inci pun ke arah timur atau bertindak sebagai ancaman bagi Rusia dan negara-negara bekas Soviet lainnya yang baru merdeka. Namun, hanya sembilan tahun setelah pertemuan tersebut di mana Polandia, Republik Ceko dan Hongaria yang merupakan mantan anggota Pakta Warsawa telah diterima sebagai anggora resmi NATO. Hal ini merupakan indikator bahwa NATO dan AS telah melanggar janji mereka dan dapat membahayakan dan mengancam sejumlah negara bekas pecahan Uni Soviet lainnya seperti Rusia.

Sementara itu, Ukraina bersama dengan Georgia, Bosnia dan Herzegovina secara aktif berusaha untuk menjadi bagian dari anggota NATO. Hal tersebutlah yang membuat Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kremlin kesal, mereka merasa bahwa keamanan nasional mereka sendiri akan semakin terancam. Ukraina diundang untuk bergabung dengan NATO pada pertemuan puncak Bucharest pada April 2008. 

Baca Juga : Mirisnya Kondisi Afghanistan Setelah Taliban Berkuasa !

Beberapa sumber mengatakan terdapat pernyataan yang berbunyi " NATO sangat menyambut baik aspirasi Euro-Atlantik Ukraina dan Georgia untuk bergabung dalam keanggotaan NATO. Kami sepakat hari ini bahwa negara-negara ini akan menjadi anggota NATO. Kedua negara telah memberikan kontribusi yang berharga bagi operasi Aliansi NATO ". Hingga saat ini Ukraina masih belum resmi menjadi anggota NATO. Setelah puluhan tahun merasa di bohongi dengan janji-janjinya, Presiden Putin tidak lagi percaya dan tidak ingin NATO berada di depan pintunya. Baginya, jika Ukraina bergabung dengan NATO, maka itu akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Rusia.

Belum ada Komentar untuk "Meninjau Sejarah Panjang Krisis Konflik Rusia-Ukraina"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel